JAKARTA (16 Desember 2020) – Saat pandemi COVID-19, Indonesia melakukan berbagai upaya, salah satunya perlindungan sosial berupa bantuan sosial (bansos) jaring pengaman social bagi warga yang terdampak langsung.
“Pemerintah Indonesia meningkatan manfaat program jaring pengaman social berupa bantuan sosial (bansos) yang sudah dan akan dilanjutkan bagi penerima manfaat yang sudah terdaftar,” ujar Puja Dutta, delegasi Indonesia dalam pertemuan “3rd ASEAN High-Level Conference on Social Protection” melalui Zoom meeting, Senin (14/12/2020).
Peningkatan ini, kata Puja, dilakukan melalui memperluas cakupan program kepada warga miskin baru, akan tetapi bukan penerima manfaat dari sebelumnya.
“Pemanfaatan sistem ini untuk memberikan manfaat darurat yang baru dengan persyaratan administrasi yang longgar diterapkan untuk lebih mempercepat penerima manfaat mengakses bansos tersebut,” katanya.
Srivinas Tata (UNESCAP) menyatakan bahwa kurang dari separuh penduduk Asia Pasifik setidaknya memiliki 1 skema perlindungan social, sehingga masih rendah dalam hal berinvestasi di bidang perlindungan sosial.
“Disarankan agar negara-negara di Asia Pasifik untuk meningkatkan jumlah penerimaan dan mengarahkan pajak untuk termasuk Indonesia,” ungkap Srivinas.
Nuno Meira Simoes Cunha (ILO) menilai bahwa pendapatan pemerintah tidak termasuk dana hibah tahun lalu sebagai berikut Indonesia menempati urutan terbawah.
“Urutan terbawah yaitu berada di level 13% dari Produk Domestik Bruto dan berselisih sedikit 0,1% dengan Myanmar di level 13,1%,” terang Meira.
Hasil pertemuan tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi. Pertama, meningkatkan program perlindungan sosial yang sudah berjalan/ada/sementara untuk menjadi lebih komprehensif serta menciptakan sistem perlindungan sosial yang tanggap terhadap bencana dan responsif terhadap gender.
Kedua, memperkuat sektor keuangan publik untuk perlindungan sosial dan mengidentifikasi sumber-sumber keuangan baru melalui perluasan pendapatan iuran seperti meningkatkan pendapatan pajak, memanfaatkan cadangan fiscal dan devisa, meminjam atau merestrukturisasi utang dan mengadopsi kerangka ekonomi makro yang lebih akomodatif.
Ketiga, memperluas cakupan bansos dengan memasukan baik yang sudah ada sebelumnya/terdaftar, warga miskin baru, kelompok non penerima manfaat, dan kelompok rentan untuk memfasilitasi kemungkinan terjadi krisis di masa yang akan datang yang mungkin jumlahnya akan melonjak lagi.
Keempat, menjamin akses fasilitas kesehatan yang berkualitas dengan memobilisasi dana publik tambahan untuk safeguarding dan memperluas cakupan mekanisme perlindungan kesehatan dan perlindungan sosial selama dan setelah krisis.
Kelima, melindungi pekerja di sektor informal dengan menggunakan kombinasi skema iuran dan non iuran yang juga akan memfasilitasi transisi ke sektor formal dalam jangka panjang.
Keenam, memanfaatkan dan berinvestasi dalam teknologi baru dan solusi digital untuk meningkatkan layanan dan database perlindungan sosial.
Ketujuh, Memberikan perlindungan sosial yang memadai bagi perempuan.
Kedelapan, Memperkuat koordinasi sistematis pada sektor perlindungan sosial, kesehatan, perempuan dan anak, ketenagakerjaan, penanggulangan bencana, lapangan pekerjaan, dan perubahan iklim untuk meningkatkan efisiensi.
Pertemuan daring tersebut, menghadirkan narasumber dari SOMSWD (Senior Officials Meeting on Social Welfare and Development); Food and Agriculture Organization(FAO); ASEAN Commission for Women and Children (ACWC).
Juga, ASEAN Committee for Migrant Worker (ACMW), (ASEAN Secretariat); Asia Foundations;The United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP); Senior Labour Officials Meeting (SLOM); UNICEF; serta ILO. Pada konferensi tersebut, hadir sebagai perwakilan Kementerian Sosial/SOMSWD Indonesia adalah officials Biro Perencanaan, Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak, Direktorat Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, dan Direktorat Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI