JAKARTA (8 September 2022) - Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Harry Hikmat mengunjungi Kantor Tanoto Foundation di Jalan Teluk Betung, Jakarta Pusat, Rabu (7/9). Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama antara Kemensos dengan Tanoto Foundation dalam percepatan penurunan angka stunting.

Kerja sama yang sudah berlangsung selama dua tahun ini dilakukan melalui Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) dan Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung, dan diklaim telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Hal ini disampaikan melalui kegiatan Diseminasi Capaian Kemitraan dalam Upaya Penurunan Stunting yang dilakukan secara virtual, Kamis (31/8).

Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Harry Hikmat yang hadir memberikan sambutan mengatakan Kementerian Sosial saat ini banyak menangani kasus masyarakat miskin yang memiliki anak dengan kasus stunting dan gizi buruk. “Kalau sudah situasi kondisi anak itu stunting, mengalami gizi yang juga kurang, ini tidak mudah untuk merecovery. Oleh karena itu, upaya pencegahan sangat penting,” kata Harry.

Oleh karena itu, Harry menyambut baik kerja sama dengan Tanoto Foundation dan berharap kerja sama ini bisa dilanjutkan dengan proyek-proyek yang lebih besar kontribusinya bagi penanganan stunting. "Ke depan, kita bisa bekerja sama secara lebih intens dan lebih konstruktif, dan manfaatnya diharapkan sudah tentu lebih besar. Kerja sama ini, termasuk juga pendalaman tentang perilaku berisiko terhadap stunting dan model perubahan perilaku yang betul-betul efektif dalam pencegahannya,” katanya.

Hadir pada kesempatan yang sama, Head of Early Childhood Education and Development (ECED) Tanoto Foundation, Eddy Henry mengatakan masalah stunting bukan hanya masalah kesehatan dan gizi melainkan juga masalah pola asuh dan perilaku masyarakat sehingga pendekatan sosial penting dilakukan. Ia menyampaikan apresiasinya atas capaian hasil dari kerja sama pihaknya dengan Kemensos. 

“Pusdiklatbangprof sesuai dengan mandat dan kapasitasnya telah mengembangkan modul percepatan penanganan stunting bagi Widyaiswara dan Pendamping Sosial PKH. Dan ini memberikan kontribusi yang luar biasa, terutama bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM), yang jumlahnya sekitar 10 juta keluarga,” kata Eddy.

Sedangkan, program kerja sama dengan Poltekesos Bandung, lanjut Eddy, juga mempunyai dampak yang signifikan. Hal ini tidak terlepas dari peran dan fungsi Poltekesos sebagai perguruan tinggi yang mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam kerja sama dengan Tanoto Foundation, Eddy menyebut Poltekesos telah melakukan penelitian tentang perubahan perilaku masyarakat terhadap stunting, mengembangkan SOP untuk dosen dan mahasiswa dalam melakukan pengabdian masyarakat tentang stunting, dan menyusun mata kuliah tentang perubahan perilaku.

Fokus pada Perubahan Perilaku

Direktur Poltekesos, Marjuki, mengatakan Poltekesos telah melakukan berbagai hal dalam pencegahan stunting sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. “Poltekesos telah melakukan pengkajian tentang perilaku berisiko terhadap stunting, penyusunan modul untuk kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, model pengubahan perilaku pencegahan stunting bagi kader di masyarakat, serta pedoman pengabdian masyarakat dalam pencegahan stunting,” katanya.

Dalam diseminasi hasil, Poltekesos memaparkan model Aksi Hanting, yang merupakan singkatan dari Aksi Pengubahan Perilaku Cegah Stunting. Model ini telah diaplikasikan di delapan desa di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sesuai namanya, Aksi Hanting bertujuan untuk mengubah pola perilaku negatif yang berisiko stunting menjadi kebiasaan yang positif sehingga stunting dapat dicegah. Pada kegiatan Aksi Hanting, peserta diajak untuk mengidentifikasi perilaku berisiko stunting dan perilaku yang positif sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing.

Sasaran utama kegiatan ini adalah kelompok yang berhubungan langsung dengan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan kader dalam pelayanan terkait yaitu ibu hamil, ibu menyusui, pengasuh, dan kader posyandu. Sedangkan, target lainnya adalah remaja, wanita usia subur, remaja, lingkungan pengasuhan anak, dan kelompok, yang berpotensi dapat mencegah dan mengoreksi anak stunting di masa depan, termasuk pemangku kebijakan. Kegiatan ini telah berhasil melatih 64 kader masyarakat dan 160 duta stunting yang terdiri dari ibu hamil, ibu menyusui, pengasuh, dan remaja putri.

Adapun, kegiatan dilakukan dengan melatih para kader agar mereka mampu menyebarluaskan informasi tentang pencegahan stunting. Selain melatih kader, Aksi Hanting juga dilaksanakan melalui strategi kampanye dan edukasi bagi masyarakat dan stakeholder yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pencegahan stunting, misalnya melalui kelas edukasi. Kelas ini tidak hanya melibatkan ibu dan perempuan, namun juga kelas khusus untuk para ayah sebagai salah satu significant others yang dapat mendukung perilaku positif dalam pencegahan stunting. Selain itu, terdapat juga kelas remaja, dan kelas pemuka masyarakat. 

Salah satu kader yang mendapatkan pelatihan, Deni Sehabudin, dalam testimoninya, menyatakan Aksi Hanting berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pencegahan stunting. “Kami, sebagai peserta dan masyarakat, disadarkan bahwa permasalahan stunting, yang tadinya dianggap tidak serius, setelah ada pelatihan yang diberikan Tim Poltekesos, kami menyadari bahwa masalah stunting adalah masalah yang serius yang harus kita hadapi dan kita cegah bersama,” kata pria asal Desa Meruyung ini. 

Menurut Deni, pasca pelatihan, masyarakat Desa Meruyung sepakat untuk menjadikan Desa Meruyung sebagai desa yang bebas dari stunting. Sebagai langkah awal, Desa Meruyung telah memberikan sosialisasi kepada ibu-ibu pengajian dan ibu yang mengantar anak ke sekolah. Sebagai kader, Deni juga sudah merancang dan mengaplikasikan strategi pengubahan perilaku kepada ibu hamil dan ibu menyusui.

Kader lainnya, Irma Rachmawati asal Desa Cililin menuturkan bagaimana Aksi Hanting mampu mengubah perilaku masyarakat di tempatnya. “Sebelumnya, awam, kadang-kadang ada mitos yang mereka pegang (sehingga) memeriksakan kehamilan saja mereka tidak mau. Tapi, setelah ada Aksi Hanting, dan dengan pendekatan yang kami pelajari dari Tim Poltekesos, Alhamdulillah, berhasil membuat mereka ke posyandu. Kami juga berhasil mendata ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi,” katanya.

Model Aksi Hanting akan terus dikaji dan dikembangkan selaras dengan kebijakan dan tata kelola program pencegahan stunting. Diharapkan model ini dapat mendorong percepatan penurunan angka prevalensi stunting.

Latih Ribuan Pendamping PKH

Kerja sama Tanoto Foundation dengan Pusdiklatbangprof menghasilkan modul Pelatihan Penanganan Pencegahan stunting (P3S). Modul ini menjadi bahan ajar yang digunakan oleh seluruh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Kemensos yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Kepala Pusdiklatbangprof, Afrizon Tanjung menuturkan modul digunakan untuk melatih ribuan pendamping PKH. 

“Sasaran Pusdiklatbangprof adalah pendamping PKH. Dan Pendamping PKH yang langsung menyampaikan materi stunting kepada KPM. Pada tahun 2021, sebanyak 14.621 pendamping PKH telah menerima pelatihan, dan tahun 2022 lebih dari 7.000 pendamping yang telah dilatih tentang pencegahan stunting,” kata Afrizon.

Pendamping PKH Kelurahan Jakasampurna, Ena Rodiah, dalam testimoninya, mengutarakan dirinya telah memberikan sosialisasi kepada KPM dampingannya melalui Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2). Hasilnya, KPM mampu menyerap informasi yang disampaikan dan dapat membuat komitmen untuk mencegah stunting

Diklat stunting juga dirasa Ena, sejalan dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau bantuan sembako. Setelah mendapatkan pengetahuan tentang stunting, KPM memahami bahwa bantuan sembako yang harus diambil adalah sembako yang memiliki nilai gizi baik. 

Sementara itu, Muhammad Hakim Abdurrahman, yang juga merupakan Pendamping PKH, mengapresiasi Tanoto Foundation yang telah memfasilitasi multimedia yang menarik sehingga dapat menarik minat KPM saat ia menyampaikan materi di P2K2. Sedangkan, dari segi perubahan perilaku, pendamping Kecamatan Ciomas ini mengklaim P2K2 tentang stunting yang disampaikannya berhasil meningkatkan kesadaran KPM akan bahaya stunting. “KPM jadi antusias, terbukti dengan komunikasi yang intens antara saya dengan KPM tentang stunting,” katanya.

Pendamping PKH berpotensi menyebarluaskan informasi pencegahan stunting kepada 10 juta KPM PKH melalui P2K2. Oleh karena itu, pelatihan bagi pendamping PKH diprediksi dapat menyumbang kontribusi besar dalam penurunan angka prevalensi stunting yang, saat ini masih berada di angka 24,4%.

Sementara itu, turut hadir pada kegiatan diseminasi ini Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yang diwakili Dwi Listyawardani dan Ketua Asosiasi Pendidikan Kesejahteraan Sosial/Pekerjaan Sosial Indonesia (ASPEKSI), Oman Sukmana.

Kegiatan ini melibatkan perwakilan ASPEKSI, Perwakilan Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, BKKBN, Perwakilan IPSPI, Koordinator Program dan Widyaiswara Balai Diklat di Indonesia, Penggerak PKK di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, pendamping PKH, mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi anggota ASPEKSI, serta para Pekerja Sosial.

Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI