JAKARTA (23 Juni 2024) - Kementerian Sosial menegaskan data penerima bantuan sosial (bansos) yang tersaji di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) diperbarui atau mengalami proses pemutakhiran data setiap bulan. Pemutakhiran data ini diakui dan diapresiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena DTKS yang padan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) terus meningkat setiap saat. Dalam presentasi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang disampaikan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, jumlah DTKS yang padan dengan NIK pada tahun 2019 baru 44 persen, kemudian tahun 2023 meningkat menjadi 98 persen dan pada Mei 2024, DTKS yang padan NIK meningkat lagi menjadi 98,9 persen.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial, Agus Zainal Arifin mengatakan, pemutakhiran data tersebut melalui proses verifikasi berjenjang mulai dari RT dan RW kemudian dibawa dalam musyawarah desa/kelurahan sampai pengesahannya oleh kepala daerah masing-masing. DTKS juga sudah melalui pengecekan berlapis pada proses pemadanan data dengan data milik kementerian atau lembaga lain.
“Karena itu tidak benar jika dikatakan 46 persen data penerima bansos salah sasaran,” kata Agus Zainal Arifin saat melakukan konferensi pers di ruang Pusat Kendali Kemensos di Jakarta pada Jumat (21/6). Agus Zainal menjelaskan, pengelolaan DTKS oleh Kemensos merupakan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Data ini pun digunakan sebagai data terpadu penerima bansos bagi kementerian atau lembaga lain.
Meski dalam undang-undang 13 Tahun 2011 Pasal 8 Ayat (5) dinyatakan verifikasi dan validasi data dilakukan dua tahun sekali, Kementerian Sosial sejak April 2021 menetapkan pemutakhiran data dilakukan setiap bulan dari daerah. “Data hasil pemutakhiran ini lah yang kemudian disampaikan kepada Menteri Sosial dan nantinya ditetapkan sebagai DTKS setiap bulannya,” kata Agus Zainal seraya menyatakan tidak mengetahui proses pemutakhiran data dalam Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).
Pemutakhiran data di DTKS tidak hanya mengandalkan daerah. Kemensos juga melakukan pemutakhiran data dengan melakukan pengecekan berlapis melalui pemadanan data dengan kementerian atau lembaga lain, seperti Bappenas, KPK, BPK, BPKP, Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, Kemendagri, Kemenkes, TNP2K, dan Kantor Staf Presiden. Pengecekan data ini mencakup data kependudukan, data aparatur sipil negara (ASN), data pengurus perusahaan, data pokok pendidikan, data penerima upah di atas UMR/UMP/UMK bahkan data pelanggan listrik dan data kesehatan sehingga bisa menggambarkan kondisi ekonomi seseorang. “Pengecekan berlapis ini dilakukan agar data yang tersaji di DTKS akurat dan penyaluran bantuan sosial tepat sasaran,” kata Agus Zainal.
Kalaupun masih ada kesalahan dalam penyaluran bantuan sosial, kata Agus masih ada mekanisme usul sanggah dalam aplikasi Cek Bansos. Hingga saat ini, terdapat 2.762.312 pengguna Aplikasi Cek Bansos di seluruh Indonesia. Jika enggan menggunakan Aplikasi Cek Bansos, masyarakat juga bisa berpartisipasi dalam pengawasan penyaluran bansos melalui layanan Pusat Kendali Kementerian Sosial nomor telepon dial 171. “Jadi dengan mekanisme berlapis seperti itu, mestinya tidak ada bantuan sosial yang salah sasaran,” tegas Agus. “Kalaupun masih ditemukan penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran, bansos tersebut tidak boleh diberikan lagi ke orang lain,” sambung Agus.