JAKARTA (27 Oktober 2021) — Kementerian Sosial memberikan perhatian sungguh-sungguh terhadap informasi terkait tindakan pihak berinisial M yang mengaku sebagai Sekretaris Pribadi (Sespri) Sekretaris Daerah di salah satu instansi Pemerintah. Melalui aplikasi whatsapp, M menawarkan pekerjaan di lingkungan Kementerian Sosial serta menyatakan dapat menghubungkan calon korban (R) dengan Kepala Biro Umum Kemensos Wiwiek Widiyanti.
Tindakan M diduga dilatari motif ingin menjual proyek di lingkungan Kemensos. Terkait dengan informasi tersebut, Kemensos mengambil langkah-langkah serius. Hari ini, didampingi Plt Kepala Biro Hukum Evy Flamboyan, Kepala Biro Umum Kemensos Wiwiek Widiyanti melayangkan laporan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.
Dalam hal ini, Kepala Biro Umum Kemensos Wiwiek Widiyanti berkedudukan sebagai pelapor dan M sebagai terlapor. Kepada media, Evy Flamboyan menyatakan, Kemensos berharap penegak hukum dapat menyelidiki lebih lanjut kasus ini.
Dan apabila ditemukan unsur pelanggaran hukum, tentunya bisa diambil tindakan sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, dengan laporan tersebut, Kemensos juga ingin menyampaikan kepada publik bahwa pengadaan barang dan jasa di Kemensos sepenuhnya mematuhi ketentuan yang berlaku.
“Masyarakat yang berminat mengikuti proses pengadaan barang dan jasa di Kemensos, bisa melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Kemensos tidak pernah melakukannya melalui perantaraan orang perseorangan, dikuasakan kepada pihak ketiga atau diperbantukan pada pihak ketiga, dan seterusnya,” kata Evy di Polda Metro Jaya (27/10).
Ia menghimbau kepada semua pihak, agar tidak tergiur dengan tindakan seseorang seperti M yang ngaku-ngaku mendapatkan mandat dari Kepala Biro Umum untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa. Sejauh informasi yang diterima, Evy menyatakan, baru M yang bertindak mengaku sebagai perantara proyek.
Dalam kasus ini, terlapor mengaku sebagai utusan pelapor, kemudian menawarkan kepada saksi (R) kesempatan mengikuti proyek di Kemensos, melalui aplikasi WhatsApp, sekitar bulan September 2021. “Sebagai imbalan, M meminta kepada R untuk memberikan uang dengan nilai tertentu. Namun, R yang memang mengenal pelapor, kemudian mengkonfirmasi. Dan pelapor memastikan tidak mengenal terlapor,” kata Evy.
Memang sampai laporan tersebut dibuat, belum ada pihak lain selain R yang melaporkan diri nyaris mengalami penipuan. Dalam hal ini, kerugian material juga belum timbul. Namun, belajar dari kejadian ini, laporan kepada kepolisian tersebut juga didasari kekhawatiran bahwa aksi ngaku-ngaku tersebut tidak hanya dilakukan oleh M.
“Jangan-jangan kasus semacam ini ada banyak. Ada pelaku-pelaku lain. Maka kami buat laporan agar tidak simpang siur. Laporan ini juga merupakan upaya kami mencegah munculnya ketidakpercayaan masyarakat kepada Kementerian Sosial,” katanya.
Evy menyatakan, tindakan M merugikan dan mencederai nama baik Kemensos secara kelembagaan maupun individu pejabat yang namanya dicatut oleh yang bersangkutan.
Tindakan M juga bertentangan dengan kebijakan umum Kemensos di bawah kepemimpinan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang tengah memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik. Dimana salah satu prinsip penting di dalamnya adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
M diduga telah melakukan pencemaran nama baik melalui media elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) JO Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau pasal 310 dan/atau 311 KUHP.
Tindakan M juga bisa dijerat dengan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dimana pelaku diduga telah memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan.
Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI