JAKARTA (30 APRIL 2021) – Kementerian Sosial RI menerima hasil rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait program bantuan sosial (bansos).  

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyatakan, kriteria Kemiskinan harus ditentukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos), termasuk oleh kepala daerah.

“Kriteria kemiskinan di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) harus ditentukan, seperti kriteria kemiskinan di Jakarta dan daerah jelas beda,” kata Alexander Marwata saat menyerakan rekomendasi bansos kepada Mensos di Gedung KPK, Jumat (30/4/2021). 

Bagi kepala daerah yang mampu menurunkan jumlah kemiskinan di daerahnya maka dinilai berhasil dalam menjalankan tugasnya.

“Kepala daerah yang yang berhasil menurunkan jumlah kemiskinan dianggap berhasil menjalankan tugasnya dengan baik,” katanya.

Penanganan situasi daruat adalah yang belum dianggarkan. Kegiatan yang sudah dianggarkan di APBN dan APBD, pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Seperti pandemi Covid-19 tidak ada antisipasi anggaran dan tidak tahu akan terjadi, sehingga pemerintah minta realokasi anggaran dengan dasar harus cepat, karena keselamatan masyarakat harus diutamakan,” tandas Alex. 

Contoh lain pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Swab dilakukan dengan ketentuan harus jelas oleh pihak yang bergerak di bidangnya, jangan pengadaan APD dilakukan oleh penyedia sembako. 

Jika pihak penyedia APD dilakukan oleh penyedia sembako jelas tidak mampu dan akan dilempar ke penyedia lainnya dan hal itu yang menimbulkan rente, padahal bisa dilakukan ke penyedianya langsung. 

“Jadi, kendati kondisi darurat harus tetap memperhatikan pengadaan barang secara transparan dan itu yang terjadi dalam korupsi penyaluran bansos,” ungkap Alex.

Menteri Sosial Tri Rismaharini menandaskan, bahwa untuk saat ini dari 3 jenis bansos tidak ada dalam bentuk barang melainkan semuanya secara tunai.

“Untuk Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST) yang berakhir April. Semuanya diberikan secara tunai,” ungkap Mensos. 

Hasil dari pemadanan DTKS ada 21 juta lebih yang ‘ditidurkan’ karena ganda. Sedangkan di New DTKS adalah data yang padan dengan NIK.

“Dari 21 juta lebih yang ditidurkan adalah data ganda, misalnya  Risma terima BST 3, yang 2 ditidurkan, yang 1 tetap menerima. Untuk di Papua dan daerah lain ada yang belum tuntas pemadanan data,” tandas Mensos.

Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI