Masalah sosial merupakan permasalahan yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masalah sosial juga merupakan suatu fenomena yang memiliki berbagai macam dimensi. Oleh karena begitu banyaknya dimensi yang terkandung di dalamnya, hal ini menjadi problematika yang telah lama terjadi tetapi sampai saat ini masih belum diperoleh rumusan mengenai pengertian dari masalah sosial yang disepakati berbagai pihak. Sebagai gejala sosial, masalah Gepeng (Gelandangan dan Pengemis) sudah lama hadir di tengah-tengah masyarakat kita. Secara formal pemerintah telah mengambil sikap yang jelas terhadap masalah sosial gepeng. Selain itu, berbagai lembaga swasta telah membantu usaha pemerintah dalam menanggulangi masalah tersebut, namun kenyataan menunjukkan bahwa di sekeliling kita masih banyak masyarakat yang karena berbagai alasan hidup sebagai gepeng.
Gelandangan dan pengemis merupakan masalah sosial yang akut. Keduanya menjadi masalah sosial baik di kota besar maupun di kota kecil. Hal ini karena kemiskinan yang menjadi penyebab utama munculnya gelandangan dan pengemis yang belum berhasil dituntaskan hingga ke akar-akarnya. Berbagai variabel fundamental yang mempengaruhi peningkatan jumlah gelandangan dan pengemis di perkotaan seperti kemiskinan, ledakan urbanisasi karena ketimpangan pembangunan kota dan desa, kualitas sumber daya manusia yang rendah, angkatan kerja yang tidak terampil, keterbatasan daya serap angkatan kerja di sektor formal, tingginya angka putus sekolah pada tingkat Sekolah Dasar, dan etos kerja yang rendah, belum berhasil diatasi. Sehingga gelandangan dan pengemis terus meningkat dan menjadi fenomena sosial kemiskinan.
Di Indonesia jumlah gelandangan dan pengemis di kota-kota besar merupakan suatu gejala sosial yang disebabkan oleh faktor yang kompleks. Faktor yang paling dominan adalah ekonomi sebagai efek langsung dan terbatasnya peluang kerja di kota dan rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM). Apabila dikaji secara mendalam merebaknya gelandangan dan pengemis dapat bersumber dari dua faktor, yaitu: faktor subyektif (intern) dan faktor objektif (ekstern). Faktor subyektif erat hubungannya dengan karakter atau kepribadian dan rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM). Karakter kepribadian antara lain terkait dengan sikap pasrah pada nasib, acuh tak acuh dan kurang peduli pada lingkungan. Sedangkan faktor obyektif merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan seseorang yang terpaksa menjadi gelandangan dan pengemis. Namun di sisi lain, tidak sedikit pula yang menjadikan gelandangan dan pengemis sebagai profesi karena dengan mudahnya mendapatkan materi tanpa bersusah payah. Justru hal ini yang menjadi penghambat pemerintah dalam pembangunan sosial.
Penanggulangan masalah gelandangan dan pengemis menjadi tanggung jawab negara. Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 mengamanatkan bahwa “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”. Sementara itu pasal 34 ayat 2 menegaskan “negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Berdasarkan pasal 34 ayat 1 dan 2 UUD 1945 dan UU Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis pada bagian pertimbangan menyatakan: a) bahwa gelandangan dan pengemis tidak sesuai dengan norma kehidupan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 karena itu perlu diadakan usaha-usaha penanggulangan, b) bahwa usaha penanggulangan tersebut, di samping usaha-usaha pencegahan timbulnya gelandangan dan pengemis, bertujuan pula untuk memberikan rehabilitasi kepada gelandangan dan pengemis agar mampu mencapai taraf hidup kehidupan, dan penghidupan yang layak sebagai Warga Negara Republik Indonesia.
Sebagai wujud nyata dalam penanganan permasalahan sosial ini dapat dilakukan pemberdayaan terhadap gelandangan dan pengemis, salah satunya dengan cara pembinaan dan pemberian keterampilan. Pembinaan dan pemberian keterampilan yang dilakukan oleh penyuluh sosial kepada gelandangan dan pengemis yang berada di Kota Bengkulu hanya bersifat non panti. Kegiatan pemberdayaan ini dimaksudkan agar hilangnya permasalahan gelandangan dan pengemis dalam tata kehidupan dan penghidupan sosial para gelandangan dan pengemis yang diliputi rasa harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial serta kemauan dan berkemampuan melakukan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Adapun yang menjadi tujuan dari kegiatan pemberdayaan gelandangan dan penngemis ialah sebagai berikut:
a) Memperlakukan gelandangan dan pengemis berikut keluarganya dan lingkungan sosialnya sebagai subjek dan titik sentral usaha penanggulangan terhadap tuna sosial
b) Meningkatkan perlindungan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial kepada gelandangan dan pengemis berikut keluarganya dan lingkungan sosialnya agar mereka tetap dapat memperoleh kesempatan dan peluang yang sama untuk mengembangkan usaha agar dapat meningkatkan pendapatannya
c) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia gelandangan dan pengemis serta keluarganya dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku, keterampilan kerja atau keterampilan berusaha sesuai kemampuan agar dapat menjalankan penghidupannya secara mandiri.
Pembinaan dan pemberian keterampilan merupakan salah satu hal yang dibutuhkan dan digunakan sebagai strategi yang digunakan untuk mengatasi masalah gelandangan dan pengemis yang ada. Pelaksanaan pembinaan dan pemberian keterampilan menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan khususnya bagi setiap pihak yang terkait agar pembinaan dan pemberian keterampilan dapat berjalan dengan efektif dan mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan untuk mengatasasi masalah gelandangan dan pengemis yang ada. Seorang penyuluh sosial dapat berpartisipasi dalam menangani permasalahan sosial gelandangan dan pengemis ini dengan cara mengedukasi dan memberikan informasi terkait berbagai materi yang dianggap perlu untuk membantu gelandangan dan pengemis keluar dari masalahnya, yang meliputi bimbingan mental, bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan. Pemberian keterampilan yang diberikan oleh penyuluh sosial ini bertujuan untuk membantu para gepeng mengembangkan bakat dan minat serta menumbuhkan kemampuan dalam menguasai bidang keterampilan tertentu, yang dapat digunakan dalam membantu diri, lingkungan dan keluarganya.
Dengan dilakukan pembinaan dan pemberian keterampilan kepada para gelandangan dan pengemis, dapat menjadikan kegiatan ini sebagai salah satu pintu keluar bagi mereka agar bisa terbebas dari jerat kelemahan dan kemalasan diri. Meskipun kita tahu bahwa untuk mengatasi permasalahan sosial gelandangan dan pengemis ini membutuhkan perencanaan yang matang, melibatkan lintas sektoral, dan multi disiplin, serta kebulatan tekad dari semua pihak. Namun setidaknya dengan adanya pemberian keterampilan disertai dengan edukasi yang sifatnya membangun, dapat menjadi jembatan bagi mereka untuk mampu melewati kehidupan jalanan ini dan menyeberang menuju kehidupan dan penghidupan yang lebih baik lagi. Ini merupakan usaha pengentasan masalah sosial dengan berbagai upaya pemberdayaan yang berkesinambungan.