Berbagai masalah dan dampak negatif yang disebabkan oleh aplikasi pinjaman online (pinjol) telah marak kita dengar dan disiarkan di berbagai media. Mengapa banyak orang mudah tergiur mendapatkan uang secara cepat melalui aplikasi pinjol?
Keputusan seseorang untuk melakukan suatu perilaku didasarkan pada proses kognisi sosial yang terjadi dalam dirinya. Pada fenomena pinjol, terdapat beberapa proses kognisi sosial yang turut andil, tergantung pada konteks dan keadaan setiap orang.
Pertama, conscious priming (efek priming), dimana kemudahan pencairan pinjaman online didengungkan secara masif melalui iklan. Kalimat persuasif seperti “Butuh dana cepat tanpa ribet? Cairkan di sini saja!” maupun kalimat yang menekankan pada singkatnya waktu pencairan dan kemudahan aksesnya seperti “Sat set sat set, dana cair!” secara tidak sadar terekam oleh masyarakat.
Gencarnya promosi tersebut memperkuat anggapan bahwa pinjaman online adalah jalan pintas bagi mereka yang membutuhkan dana instan. Ketika berada dalam kondisi terdesak, memori yang secara tidak sadar terekam tentang iklan pinjol akan muncul dan mengarahkan seseorang untuk memilih pinjol sebagai alternatif solusi dari permasalahannya.
Goal dependent automacity dengan variasi goal driven automatic processes juga turut berpengaruh dalam masalah pinjaman online. Proses berpikir ini membutuhkan keterlibatan tujuan, kontrol atensi, dan pengambilan keputusan di situasi tertentu. Pada fenomena pinjol, proses berpikir calon peminjam mengacu pada goal (tujuan) yaitu mendapatkan uang dengan mudah. Di tahap ini, mereka mulai menimbang dan memutuskan aplikasi dan jenis pinjaman online yang akan digunakan.
Setelah memberikan atensi dan membuat keputusan, calon pengguna pinjol mengisi seluruh data yang menjadi prasyarat dalam pengajuan pinjaman online. Seluruh tahapan ini dilakukan secara sadar karena adanya tujuan yang telah mereka atur dan inginkan yakni mendapatkan dana dengan mudah. Namun pada akhirnya keputusan ini mengabaikan kenyataan yang ada tentang banyaknya korban pinjaman online karena goal yang ada lebih besar dan kuat mengikat mereka.
Selanjutnya, intent (niat) menjadi salah satu aspek penting sistem kontrol manusia. Saat seseorang mengalami kesulitan finansial, maka akan muncul intent untuk mengakses pinjol dan bertanggung jawab atas nilai moral dan dampak aktivitas pinjol yang dilakukan. Intent berperan signifikan dalam mengidentifikasi masalah keuangan yang dimiliki, mempertimbangkan konsekuensi yang dihadapi serta prasangka yang dilibatkan dalam aspek pinjaman online, sampai mengambil langkah singkat untuk pengajuan pinjaman dengan segala tanggung jawabnya.
Motivasi juga menjadi basis proses kognisi seseorang dalam mengambil keputusan untuk bergabung dengan pinjaman online. Motivasi yang didasari keinginan untuk dapat diterima oleh orang lain (belonging) berkaitan erat dengan gaya hidup mewah atau pemenuhan kebutuhan tersier. Hal ini memicu masyarakat untuk mengambil pinjol agar bisa mendapatkan pandangan baik dan diterima oleh orang-orang di sekelilingnya sehingga mereka tidak memikirkan konsekuensi tindakannya tersebut.
Sementara motivasi yang didasari optimisme terhadap masa depan dan harapan untuk merealisasikan seluruh orientasi yang dimiliki (self enhancement) sejalan dengan keadaan orang yang tetap melakukan aktivitas pinjol. Meskipun tidak memiliki cara terstruktur untuk melakukan pelunasan, peminjam pinjol sangat percaya diri dan optimis bisa menutupi seluruh tagihan yang diajukan di awal transaksi.
Berbagai riset telah dilakukan oleh para peneliti guna menjelaskan ledakan penggunaan pinjol oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Wijayanti (2022) menyatakan bahwa pinjaman online dianggap sebagai solusi tepat untuk memenuhi kebutuhan dan gaya hidup masyarakat. Walaupun praktik pinjol sangat rentan, rumit, dan sulit diselesaikan akibat beberapa perusahaan tidak terdaftar secara legal dan banyak melakukan predatory lending, cyber bullying, serta doxing di internet, namun masih banyak orang yang tergiur pinjol karena ringannya persyaratan administrasi yang harus dipenuhi.
Menurut saya, masalah pinjaman online berkaitan dengan keinginan seseorang untuk mendapatkan uang secara cepat, mudah, dan effortless sehingga segala risiko dan akibat yang terjadi setelah pengajuan pinjaman tidak dipikirkan dengan cermat. Pinjol menjadi alternatif pencairan dana karena peminjam hanya perlu mengisi data pribadi dan mengunggah Kartu Tanda Penduduk (KTP) di aplikasi melalui gawai tanpa beranjak dari tempat masing-masing. Kemudahan inilah yang tidak dapat diberikan oleh pemberi pinjaman lain seperti bank karena proses pengajuannya rumit, memakan waktu, serta belum tentu disetujui hasilnya.
Masyarakat baru menyadari betapa menyesatkannya pinjaman online saat tagihan telah jatuh tempo. Pinjaman yang awalnya tampak kecil, setelah ditambah biaya administrasi yang mencekik, bisa melebihi jumlah pinjaman itu sendiri. Jika gagal bayar, jumlah utang yang harus dilunasi akan membengkak berkali-kali lipat akibat sistem bunga yang diterapkan.
Sayangnya, mereka yang terjerat utang pinjol sulit keluar sampai seluruh kewajibannya dibayar lunas. Utang yang telah jatuh tempo memaksa mereka mencari dana baru dengan cara serupa —biasanya dengan mencairkan pinjaman baru dari aplikasi lain— demi menutupi pinjaman sebelumnya, alhasil utang terus menumpuk.
Situasi diperburuk oleh ancaman dari pihak pemberi pinjaman yang menyebarkan data pribadi peminjam maupun meneror kontak di ponsel korban. Tekanan inilah yang membuat beberapa korban pinjol mengambil keputusan ekstrem seperti melakukan tindakan bunuh diri atau menjadi pelaku kriminal demi melunasi utang.
Aplikasi pinjaman online memang menawarkan kemudahan akses dan persyaratan ringan yang menarik bagi pemerlu dana instan, namun justru menyimpan banyak bahaya serius seperti bunga tinggi, biaya tersembunyi, serta ancaman penyalahgunaan data pribadi. Faktor psikologis dan sosial dalam pengambilan keputusan untuk mengikuti pinjol kerap kali membuat orang mengabaikan risikonya.
Akibatnya, peminjam terjebak dalam lingkaran utang yang sulit dihindari dan menghadapi tekanan luar biasa. Oleh karena itu, edukasi finansial dan regulasi ketat sangat diperlukan agar masyarakat tidak terperangkap dalam utang pinjaman online yang merugikan. Diharapkan melalui artikel ini, masyarakat dapat mempertimbangkan kembali keputusan yang diambil untuk mengakses pinjaman online sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan finansial yang dimiliki.