RA Maria Ulfah (1911-1988) adalah sosok inspiratif yang tak hanya menjadi pionir dalam bidang hukum, tetapi juga memberikan kontribusi besar bagi Indonesia di bidang sosial dan perjuangan hak-hak perempuan. Sebagai perempuan pertama yang menjadi Menteri Sosial di Indonesia, beliau berperan penting dalam perumusan berbagai kebijakan yang berpihak kepada kesejahteraan rakyat di awal kemerdekaan. Namun, peran Maria Ulfah tidak terbatas pada itu. Dengan keberanian dan kecerdasannya, ia juga turut memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan di hadapan hukum, yang menjadikannya figur sentral dalam perkembangan hukum dan sosial di Indonesia.

 

Pendidikan dan Awal Karier

Lahir dari keluarga ningrat, Maria Ulfah tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi pendidikan. Ayahnya, RAA Mohammad Achmad, adalah Bupati Kuningan, dan ibunya, RA Hadidjah Djajadiningrat, berasal dari keluarga bangsawan intelektual. Dari keluarganya, Maria menerima dorongan kuat untuk mengejar pendidikan. Masa kecilnya dihabiskan di Rangkasbitung, kota yang juga menjadi latar dari novel terkenal “Max Havelaar.” Saat ayahnya dipindahkan ke Batavia sebagai Patih di Meester Cornelis (Jatinegara), Maria melanjutkan pendidikan di sana.

 

Kecerdasan dan ketekunan Maria membawanya menempuh pendidikan di sekolah elite, seperti Willemslaan dan Koning Willem III School di Batavia, sekolah yang hanya menerima murid-murid berprestasi tinggi. Di sekolah ini, ia bertemu tokoh-tokoh seperti Said Soekanto, yang kelak menjadi Kepala Kepolisian RI pertama. Kecemerlangannya dalam studi membawanya melanjutkan pendidikan ke Universitas Leiden di Belanda, tempat ia menjadi perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar Meester in de Rechten (Mr), sebuah pencapaian yang sangat langka pada masanya. Di Belanda, Maria sering berdiskusi dengan Sutan Syahrir saat Syahrir datang berkunjung untuk menemui ayah Maria saat berada di Belanda. Nantinya, pemikiran dan sikap politik Syahrir sedikit banyak berpengaruh dalam hidup Maria.

 

Kiprah di Pergerakan Perempuan dan Perjuangan Hukum

Sekembalinya dari Belanda, Maria Ulfah mengabdikan dirinya sebagai pengajar di Perguruan Rakyat dan Muhammadiyah, mengajar mata pelajaran seperti sejarah, tata negara, dan bahasa Jerman. Namun, kontribusi Maria tidak hanya terbatas pada pendidikan. Ia juga aktif dalam pergerakan perempuan Indonesia pada era 1930-an, bergabung dengan organisasi Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII). Melalui PPII, Maria memperjuangkan hak-hak perempuan dan membuka akses bagi perempuan Indonesia untuk terlibat dalam politik dan pendidikan. Gerakan ini menjadi fondasi awal bagi perjuangan kesetaraan gender di Indonesia.

 

Kontribusi besar Maria di bidang hukum adalah ketika ia terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang pada saat itu menjadi satu dari dua wanita yang menjadi anggota BPUPKI. Di dalam BPUPKI, Maria menyampaikan ide penting mengenai kesetaraan warga negara di hadapan hukum, yang akhirnya tercantum dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945. Usulannya ini mencerminkan visinya yang jauh ke depan mengenai pentingnya hukum yang adil dan setara bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang jenis kelamin.

 

Perjuangan Undang-Undang Perkawinan

Salah satu tonggak penting dalam karier Maria Ulfah adalah perjuangannya untuk Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang memberikan perlindungan lebih baik bagi hak-hak perempuan dalam pernikahan dan keluarga. Undang-undang ini merupakan hasil perjuangan panjang yang telah dimulai oleh para aktivis perempuan sejak dekade 1930-an, dan Maria Ulfah adalah salah satu penggeraknya. Meski menghadapi tantangan dari berbagai pihak konservatif, Maria terus memperjuangkan keadilan bagi perempuan melalui jalur hukum.

 

Kiprah sebagai Menteri Sosial

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Maria Ulfah diangkat sebagai Menteri Sosial dalam Kabinet Sjahrir I dan II, menjadikannya Menteri perempuan pertama sekaligus Menteri Sosial perempuan pertama dalam sejarah Indonesia. Sebagai Menteri Sosial, Maria tidak hanya menangani isu-isu kesejahteraan umum, tetapi juga merumuskan kebijakan sosial yang progresif di masa-masa awal kemerdekaan. Pada Masa Revolusi Kemerdekaan, Maria berperan dalam upaya diplomatik pengakuan dunia melalui Perjanjian Linggarjati. Usulan Linggarjati merupakan inisiatif Maria selaku Menteri Sosial karena ia sangat familiar dengan kawasan tersebut. Selain itu, salah satu kontribusi besarnya adalah penyusunan konsep Undang-Undang Perburuhan, yang kemudian disahkan oleh Menteri Perburuhan, SK Tri Murti, pada tahun 1948. Melalui undang-undang ini, Maria Ulfah berusaha memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja, terutama dalam kondisi pasca-kemerdekaan yang masih sulit.

 

Selain itu, Maria juga memfokuskan upayanya pada program rehabilitasi sosial dan penanganan pengungsi yang merupakan masalah besar di masa awal kemerdekaan Indonesia. Sebagai pemimpin yang visioner, Maria menyadari pentingnya membangun infrastruktur sosial yang kokoh untuk mendukung pembangunan negara yang baru merdeka.

 

Warisan dan Inspirasi

Kiprah Maria Ulfah tidak berhenti setelah jabatannya sebagai Menteri Sosial berakhir. Ia kemudian diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1968-1973, di mana ia terus menyuarakan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil dan kaum perempuan. Meskipun namanya mungkin tidak banyak dikenang oleh generasi muda, warisan Maria Ulfah tetap hidup melalui berbagai kebijakan yang ia inisiasi dan perjuangkan.

 

Undang-Undang Perkawinan yang ia bantu perjuangkan tetap menjadi tonggak penting dalam sejarah hukum keluarga Indonesia. Demikian pula, pasal kesetaraan di UUD 1945 yang ia usulkan terus menjadi dasar dari upaya mewujudkan keadilan sosial di Indonesia. Sebagai pelopor perempuan di bidang hukum dan sosial, Maria Ulfah adalah inspirasi yang relevan hingga saat ini.

 

Penghormatan dan Peringatan

Sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya, nama Maria Ulfah diabadikan dalam berbagai bentuk, mulai dari beasiswa pendidikan hingga penamaan jalan. Keberanian dan visi Maria Ulfah dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesejahteraan sosial merupakan contoh nyata dari semangat juang perempuan Indonesia. Untuk jasa-jasanya, Maria Ulfah dianugerahi penghargaan Satya Lencana Karya Satya Tingkat II pada tahun 1961 dan Bintang Maha Putera Utama (1973). Maria Ulfah menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam membangun bangsa dan bahwa perjuangan untuk kesetaraan dan keadilan tidak akan pernah selesai.

 

Warisan RA Maria Ulfah terus menjadi inspirasi, tidak hanya bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia yang mendambakan masyarakat yang lebih adil dan setara.