Setiap 10 November, bangsa Indonesia mengenang Hari Pahlawan dengan penuh sukacita. Momen bersejarah ini menjadi kesempatan untuk menghormati dan mengenang jasa para pahlawan yang berkorban demi kepentingan bangsa. Berbagai kegiatan dilaksanakan oleh seluruh elemen masyarakat untuk mengenang Hari Pahlawan, mulai dari upacara bendera, pementasan teatrikal pertempuran 10 November, menonton film kemerdekaan, hingga diskon spesial hari pahlawan. Namun di balik meriahnya hari pahlawan, timbul pertanyaan sederhana: bagaimana kita merefleksikan semangat Hari Pahlawan dalam kehidupan sehari-hari di era modern yang sudah jauh berbeda dengan ruang dan waktu pada zaman perjuangan kemerdekaan dahulu.
Meneropong Masa Lalu
Hari Pahlawan 10 November bukan tiba-tiba muncul dari perlawanan rakyat begitu saja, tapi merupakan rangkaian peristiwa besar yang saling berkaitan pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Sekutu, Jepang menyerah tanpa syarat dan mengabaikan negara jajahannya, termasuk Indonesia. Pasukan pendudukan militer Jepang di Indonesia bingung menyikapi kapitulasi yang dilakukan secara mendadak. Di saat ketidakpastian itulah para founding fathers dengan berani menyatakan Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Setelah itu, perjuangan mempertahankan kemerdekaan belum usai. Satu bulan berselang pasukan Inggris tiba di Jakarta dengan misi melucuti senjata militer Jepang, membebaskan tawanan Jepang dan mengembalikan Indonesia ke dalam pelukan pemerintah kolonial Belanda. Kecurigaan rakyat Indonesia atas pendaratan pasukan Inggris, dibarengi kedatangan kontingen kecil tentara Belanda yang dilindungi Inggris memantik amarah para pejuang. Provokasi yang dilakukan memperlihatkan kepada rakyat Indonesia bahwa Proklamasi ditantang oleh pihak Sekutu. Selama periode November-Desember tahun 1945 pertempuran berkobar hampir di seluruh Jawa, Sumatera dan Bali.
Pertempuran 10 November
Pada 25 Oktober 1945, sekitar enam ribu pasukan Inggris yang terdiri dari sebagian besar serdadu India memasuki Kota Surabaya. Selama beberapa hari berikutnya, bentrokan antara pasukan Inggris dan pejuang arek-arek Surabaya berlanjut, menewaskan banyak korban di pihak Inggris, setelah sempat terjadi gencatan senjata, pertempuran kembali meletus. Panglima pasukan Sekutu Brigadir Jenderal Mallaby tewas oleh pejuang di sekitar Gedung Internatio Surabaya. Kematian Mallaby menjadi pemicu serangan balasan dengan mengerahkan kekuatan penuh pasukan Inggris terhadap rakyat Surabaya. Dua puluh empat ribu tentara disertai pesawat-pesawat tempur dan tank disiapkan untuk menggempur Surabaya.
Pada 10 November 1945 subuh, pasukan Inggris melakukan serangan dengan membombardir dari udara dan laut, dalam menghadapi perlawanan para pejuang Indonesia. Bung Tomo tampil sebagai pemimpin dan pembakar semangat rakyat untuk bergerak melakukan perjuangan yang menentukan melawan pasukan Inggris. Para ulama juga mengimbau rakyat untuk turut berjihad demi mempertahankan republik.
Pertempuran memperebutkan Surabaya tercatat dalam sejarah sebagai pertempuran terbesar dalam revolusi. Menurut perkiraan, ada enam belas ribu pejuang Indonesia gugur dan empat ratus tentara Inggris tewas di tangan pejuang. Meski kubu Republik Indonesia kehilangan banyak pejuang dan senjata, tapi perlawanan tersebut merupakan wujud pengorbanan demi persatuan nasional. Belanda sadar bahwa perjuangan dilakukan bukan hanya oleh segelintir orang saja tapi juga mendapat dukungan dari seluruh rakyat.
Hari Pahlawan
Dahsyatnya Pertempuran Surabaya adalah simbol perjuangan bangsa, penting dikenang untuk merawat ingatan kolektif jasa para pahlawan, salah satunya dengan pembangunan tugu peringatan. Atas usulan pemerintah daerah Surabaya dan persetujuan Presiden Sukarno maka pada tahun 1952 dilakukan pembangunan Tugu Pahlawan di Surabaya. Kemudian melalui Keppres Nomor 316 Tahun 1959 Presiden Sukarno menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Pahlawan Nasional yang dikukuhkan secara resmi hingga tahun 2023 sebanyak 206, terdiri dari 190 pria dan 16 wanita. Abdul Muis, Ki Hajar Dewantara dan Suryapranata menjadi Pahlawan Nasional pertama yang dikukuhkan presiden pada 1959. Gelar Pahlawan Nasional tidak hanya bagi pemimpin yang berjuang demi Kemerdekaan Indonesia tapi juga tokoh yang melawan penjajahan, gugur membela bangsa, atau berjasa besar melalui tindakan, prestasi, atau karya luar biasa bagi kemajuan Indonesia.
Jadi Pahlawan Masa Kini
Perjuangan para pahlawan di masa lalu, seperti pada Pertempuran 10 November Surabaya, mengajarkan kita sebagai generasi muda bahwa karakter kepahlawanan bukan hanya mengangkat senjata, gerilya dan bertempur melawan penjajah, tapi juga mengenai menjunjung tinggi semangat persatuan nasional demi kemajuan Indonesia. Nilai-nilai ini tetap relevan hingga saat ini. Menteri Sosial Saifullah Yusuf dalam sambutan Hari Pahlawan Tahun 2024 menegaskan bahwa pentingnya semangat kepahlawanan harus diwujudkan dalam berbagai upaya nyata, seperti membangun masyarakat yang makmur, menciptakan perlindungan sepanjang hayat, dan memastikan kesejahteraan sosial yang merata dan inklusif.
Seiring berjalannya waktu, dunia memasuki era digital yang membawa tantangan dan peluang baru. Ditengah revolusi digital yang masif, makna kepahlawanan berkembang menjadi lebih luas. Generasi muda kini harus punya jiwa kepahlawanan dengan menggunakan media digital secara bijak. Seperti contoh menggunakan media sosial guna menyebarkan informasi yang valid, melawan berita palsu, atau bahkan mengembangkan aplikasi inovatif untuk mendukung edukasi, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Selain itu, dengan gerakan crowdfunding melalui platform digital menunjukkan bahwa solidaritas dan semangat membantu sesama anak bangsa tetap hidup dalam bentuk yang lebih modern. Dunia maya memberikan ruang tanpa batas, bagi individu memiliki peluang dan kontribusi nyata bagi masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa gelora semangat perjuangan para pahlawan di masa lalu masih dapat dilanjutkan, meski dengan cara berbeda
Dengan langkah kecil namun bermakna, setiap individu pengguna media digital dapat menjadi bagian dari perubahan besar. Dunia teknologi bukan hanya menciptakan tantangan, tapi juga membuka peluang untuk menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Layaknya Pahlawan Nasional yang telah berjuang demi Indonesia, generasi muda masa kini punya tanggung jawab melanjutkan warisan “obor perjuangan” dalam bentuk yang sesuai dengan zamannya.