Edi Saputro, pemuda berusia 21 tahun berasal dari Trenggalek, Jawa Timur. Dalam keseharian bisa membuat suasana kehidupan Asrama Putra di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik (BBRSPDF) "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta menjadi semarak karena celetukannya. Betapa tidak, meskipun teman temannya mengatakan kalau jalan seperti bebek, Edi tetap saja tertawa renyah dan ceria.
Ketidak sempurnaan fisiknya yang dibawa sejak lahir, menurut diagnosa dokter adalah CP Spastic dengan kontraktur Hip, Knee, Ankle Bilateral. Artinya, ada kekakuan pada sendi panggul, sendi lutut, pergelangan kaki kanan dan kiri. Akibatnya, Edi sangat kesulitan untuk berjalan, duduk, bersila kaki dan jongkok.
Ketika duduk, Edi tidak bisa berlama-lama karena punggung akan terasa sakit. Bersila kaki apalagi, posisi duduk hanya bisa dilakukan dengan cara berpegang pada kedua lutut yang tidak bisa ditekuk dan tidak bisa diluruskan. Hal yang paling menyiksa sepanjang hidupnya adalah saat BAB karena Edi sama sekali tidak bisa berjongkok. Sehingga saat BAB, Edi berusaha bertumpu dengan kedua tangannya. Untuk itulah, Edi hanya bisa bermimpi untuk suatu keinginan yaitu berjongkok.
Atas keluhan Edi, dokter konsultan ahli ortopedi melakukan pemeriksaan secara intens. Akhirnya direkomendasikan untuk operasi Release Hip Bil, Knee/Ankle Sin.
Kasus medis yang dialami Edi Saputra, berdasarkan rekomendasi dokter ahli ortopedi tersebut, selanjutnya diusulkan untuk dibahas dalam forum sidang kasus (case conference) yang timnya terdiri dari berbagai profesi di BBRSPDF "Prof. Dr. Soeharso", dimana tim CC memutuskan Edi mendapatkan program medis melalui terapi fisik dan untuk pelaksanaan operasi dirujuk ke Rumah Sakit Ortopedi Pabelan (RSOP) Surakarta sebagai mitra kerja BBRSPDF. Operasi dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2019.
Pasca operasi, serangkaian program terapi fisik untuk Edi Saputra dilakukan di Balai melalui Instalasi Perawatan Revalidasi (IPR). Dari hasil operasi, kaki kiri Edi di-gips dan selama dua minggu harus bed rest sehingga untuk melakukan Activity Daily Living (ADL) harus dibantu orang lain dan sementara menggunakan kursi roda untuk mobilitasnya.
Meski gips terpasang dikakinya selama tiga bulan, Edi tetap semangat dan ceria menjalani aktifitas kesehariannya demi secuil mimpi ingin ''berjongkok''. Bahkan Edi tetap mengikuti terapi penghidupan di vak ketrampikan elektro sesuai pilihan berdasarkan bakat dan minatnya. Terapi mental psikologis pun tetap diikuti melalui kegiatan musik, keagamaan dan kepramukaan.
Yang patut diacungi jempol adalah Edi selalu mengikuti serangkaian terapi fisik dengan penuh semangat dan kedisiplinan yang tumbuh dari dirinya sendiri. Karena setelah gips dikakinya dibuka, untuk hasil yang maksimal Edi secara rutin harus menjalani fisioterapi berupa latihan keseimbangan, duduk, peregangan, latihan tumpuan, latihan koordinasi gerakan yang selanjutnya secara bertahap dilatih berjalan dengan menggunakan alat bantu mobilitas berupa walker agar lepas dari kursi roda.
Perawatan medikasi tetap dilakukan oleh dokter umum dan perawat di IPR dibawah pengawasan dokter ahli ortopedi sebagai konsultan. Guna menguatkan mental psikologisnya, Edi turut didampingi oleh Fungsional Pekerja Sosial sebagai orang tua pengampunya.
Pendampingan dari berbagai profesi yang ada di BBRSPDF antara lain berupa dukungan keluarga dan tumbuhnya motivasi yang kuat pada diri Edi. Hal-hal tersebu tentu sangat membantu percepatan pemulihan pasca operasi dan membuahkan hasil maksimal dari tahapan terapi fisik yang harus dijalani.
Kini, setelah menunggu dalam penantian panjang selama 21 tahun. Edi Saputra semakin ceria karena sudah bisa berjalan tanpa alat bantu, sebab ia dapat duduk bersila saat mengikuti kegiatan kerohanian di Mesjid. Yang sangat membahagiakan kini mimpinya sudah terwujud karena ia sudah bisa BAB dengan nyaman dan sudah dapat menggunakan kloset jongkok.
Ternyata betul, bahagia itu begitu sederhana kalau kita pandai bersyukur.