Pagi itu cuaca lumayan cerah, setelah
sehari sebelumnya hujan besar mengguyur merata di seluruh Kawasan Kota Batam.
Dari Dermaga Riau Penanjung tampak beberapa boat dan perahu penumpang dan
nelayan bersandar. Boat dan perahu untuk mengangkut barang dan penumpang menuju
pulau-pulau kecil yang tersebar sejauh mata memandang. Air terlihat tenang,
hanya riak kecil tertiup angin pagi. Suasana yang asing bagi saya, namun
memberi kesan tersendiri. Kami Tim Kementerian Sosial menaiki kapal kayu
kapasitas 30 orang. Kapal tradisional tanpa pengaman yang memadai, dan doa kami
semua bahwa kapal akan baik-baik saja sampai ditujuan. Perjalanan yang cukup
kami nikmati, sambil bersenda gurau dan tertawa-tawa suasana hangat dari para
penumpang kapal yang memang mengenal satu sama lain. Tiga puluh menit berlalu
dan kami tiba di pulau yang dituju.
Anak-anak kecil
berlarian menyambut kedatangan kami. Senyum dan celotehnya ramai membuat
suasana gaduh, sesaat kemudian mereka berlarian ke ujung dermaga dan terjun ke
laut bersama teman-temannya. Tawa ceria khas anak-anak polos dan bersahaja.
Di sini kami akan tinggal bertamu beberapa waktu. Mengambil moment HAN
(Hari Anak Nasional), yaitu akan merayakan kebersamaan bersama anak-anak Suku
Laut dan memberikan bantuan Atensi (Asistensi Rehabilitasi Sosial) kepada
anak-anak Suku Laut di Batam tepatnya di Pulau Bertam, Pulau Lingke dan Pulau
Gara. Anak-anak harus merasakan kebahagiaan yang sama, ceria bersama. Dimanapun
anak harus terlindungi, menuju Indonesia maju.
Suku Laut (Sea Nomads) mungkin sebagian
masyarakat Indonesia pernah mendengarnya. Suku Laut atau Suku Sampan disebutnya, adalah satu komunitas pribumi
yang mendiami wilayah beberapa pulau kecil di perairan Kepulauan Riau. Mengapa
disebut dengan suku laut adalah karena keberadaannya yang hidup nomaden dengan
melakukan aktifitas kehidupan di sebuah perahu atau sampan yang beratapkan
sebuah Kajang. Dahulunya, mereka hanya hidup di laut, berpindah dari pulau ke
pulau hingga muara sungai. Pulau Bertam adalah salah satu yang
didiami oleh Suku Laut. Pulau ini kecil diapit pulau Gara dan Pulau Lingke.
Ada sekitar 65 kepala keluarga mendiami 50 rumah kayu diatas laut.
Selain di Pulau Bertam, mereka hidup menyebar di wilayah Batam, serta di
sekitar Selat Malaka, Selat Phillip, Selat Singapura, dan Laut Tiongkok
Selatan.
Menurut cerita salah seorang warga yang pertama mendiami Pulau Bertam, Maria
Murni dan Daniel Sram, mereka dulunya adalah Suku Laut yang tinggal nomaden
hidup diatas perahu. Semua aktifitas kehidupannya 100 persen ada di perahu
diatas laut. Namun pada tahun 1983, pada masa Menteri Sosial Nani Soedarsono,
ia melarang Suku Laut tinggal di atas perahu tetapi harus tinggal dan membuat
rumah permanen. Mengingat mereka tidak akan mudah untuk benar-benar
meninggalkan laut, maka mereka membuat rumah dan hidup di atas laut. Beberapa
waktu berlalu, kehidupan Suku Laut masih jauh tertinggal dari hingar bingar
kehidupan Kota Batam yang metropolis, maju dan penuh pesona.
Sayangnya, kondisi anak-anak Suku Laut sangat memprihatinkan. Umumnya anak-anak
Suku Laut tidak bisa membaca, padahal mereka sekolah. Anak-anak Sekolah Dasar
belum mampu membaca, berhitung seperti umumnya anak-anak sekolah. Apa gerangan
yang terjadi? sempat bertanya pada guru-guru sekolah mereka. Jawabannya adalah masa
belajar di kelas sangat sedikit, karena sekolah hanya memiliki 3 ruang kelas,
sehingga mereka harus bergantian belajar. Sekolah Dasar yang berada di Pulau
Bertam memang menampung anak-anak dari Pulau Gara dan Pulau Lingke. Perahu
adalah satu-satunya alat transportasi mereka menuju sekolah. Untuk melanjutkan
ke SLTP mereka harus menempuh perjalanan lebih jauh yaitu ke Pulau Kasu dan
SLTA ke Pulau Belakang Padang tentu saja jaraknya lebih jauh lagi. Perjuangan
anak-anak Suku Laut untuk mendapatkan pendidikan yang memadai cukup berat.
Butuh dukungan dari banyak pihak. Bantuan transportasi perahu dari Menteri
Sosial sangat berarti bagi mereka.
Sembilan puluh sembilan persen (99%) masyarakat Suku Laut Pulau Bertam memiliki
mata pencaharian sebagai nelayan. Melaut umumnya dilakukan oleh para lelaki
atau suami, sedangkan perempuan atau istri-istri adalah ibu rumah tangga.
Selain sekolah di pagi hingga siang hari anak-anak Suku Laut biasanya bermain
di laut bersama teman-temannya. Ada beberapa anak yang membantu ayahnya mencari
ikan di laut. Umumnya masyarakat Suku Laut Pulau Bertam tidak bisa membaca. Hal
tersebut yang membuat pola didik membaca untuk anak-anaknya menjadi
hambatan.
Pulau Bertam, pulau kecil bahkan tidak dikenal oleh warga masyarakat Kota Batam
sendiri, asing dan makin terpinggirkan. Ketika kami membeli beberapa kebutuhan
untuk membantu warga Pulau Bertam, para penjual bertanya bantuan ini untuk
siapa. Ketika kami menjawab untuk anak-anak dan warga masyarakat Pulau Bertam,
mereka malah balik bertanya dimana letak Pulau Bertam, karena mereka nyaris
tidak pernah mendengar pulau tersebut. Pulau Bertam menjadi pulau terpinggirkan
dengan fasilitas yang sangat minim, seperti fasilitas pendidikan dan fasilitas
kesehatan. Fasilitas kesehatan terdekat ditempuh kurang lebih 30 menit ke pulau
terdekat yaitu Pulau Buluh atau Kota Batam dengan waktu tempuh perjalanan 30
menit hingga 1 jam.
Beberapa waktu lalu Pulau Bertam mendapatkan kunjungan Menteri Sosial
Tri Rismaharini. Menurut keterangan salah satu warga setempat, ini adalah
kunjungan pertama kalinya dari pejabat pemerintah pusat. Di Pulau Bertam
Menteri Sosial melakukan peninjauan dan survey langsung untuk menggali lebih
mendalam terkait kebutuhan warga Suku Laut, dalam rangka persiapan pemberian bantuan
Kementerian Sosial yaitu Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dan
Program Kewirausahaan Khusus. Kementerian Sosial juga telah memberikan beberapa
bantuan pemberdayaan diantaranya pembangunan sarana usaha kedai,
perlengkapan community center, kreasi ATENSI usaha kue, warung
nasi, dan bilik produksi kreasi atensi usaha hidroponik.
Indonesia merupakan
negara kepuluaun yang membentang dari Sabang hingga Merauke. Representasi
sebuah dedikasi keutuhan NKRI dengan memperjuangkan hak semua warga negara,
hingga daerah terpencil, tak terkecuali anak-anak dan warga Pulau Bertam.
Semoga ada secercah harapan untuk masa depan mereka.
Daftar Pustaka
https://batam.tribunnews.com/2022/06/07/menteri-sosial-ungkap-tujuan-kunjungi-pulau-bertam-belakang-padang-batam