Apakah kamu berpostur jauh lebih pendek dibandingkan kawan-kawan sebayamu? Apakah berat badanmu berlebihan pada usiamu saat ini? Bisa jadi itu adalah akibat malnutrisi semasa kecil. Malnutrisi (kekurangan atau kelebihan gizi) ketika kanak-kanak dapat berdampak sepanjang siklus hidup, bahkan sejak masih dalam kandungan. Di antara sejumlah kondisi perawakan tubuh yang tidak sesuai standard usia dan diakibatkan oleh malnutrisi ada yang disebut stunting, ada pula yang disebut obesitas.

Menurut Kemenkes RI, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kurang gizi kronis dan infeksi berulang yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Standar tersebut berdasarkan empat parameter:

a. Berat badan menurut umur;

b. Tinggi badan menurut umur;

c. Berat badan dibandingkan dengan tinggi badan;

d. Indeks massa tubuh menurut umur.

Seseorang dikategorikan stunting ketika panjang atau tinggi badannya menunjukkan angka di bawah -2 standar deviasi (SD). Jika kondisi ini dialami anak yang masih di bawah usia dua  tahun, harus ditangani dengan segera dan tepat.

Stunting pada anak menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik. Perlu diingat, perawakan pendek belum tentu akibat stunting, tapi orang yang mengalami stunting sudah pasti bertubuh pendek.

Sementara itu, obesitas merupakan faktor risiko terjadinya Penyakit Tidak menular (PTM) seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, dan hipertensi atau darah tinggi.

Berbicara soal stunting dan obesitas, keduanya merupakan fokus peringatan Hari Gizi Nasional tahun ini. Sebagai informasi, sejak tahun 1960, tanggal 25 Januari ditetapkan sebagai Hari Gizi Nasional. Tema peringatan Hari Gizi Nasional tahun ini adalah "Aksi bersama mencegah stunting dan obesitas".

Kawan-kawan jangan serta merta menyimpulkan, stunting hanya menimpa orang-orang dari kelas menengah ke bawah. Anak dari keluarga mampu pun bisa saja mengalaminya. Meski punya uang dan bahan makanan, cara memilih, mengolah, dan memberikan makanan kepada bayi yang masih dalam kandungan ataupun balita juga sangat menentukan tumbuh kembang fisik dan intelektualitasnya.

Begitu pula dengan obesitas. Melansir detikHealth (19 Mei 2015), sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak yang mengalami obesitas justru lebih banyak dari keluarga miskin.

Studi yang dilakukan oleh Ashlesha Datar dari University of Southern California, Los Angeles membandingkan data 17.000 anak TK tahun 1998 dengan 15.500 anak di tahun 2010. Data yang diambil antara lain berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan kondisi sosio-ekonomi keluarga.

"Ketika kami membagi data berdasarkan kelompok sosio-ekonomi, akan terlihat bahwa peningkatan prevalensi obesitas anak terjadi lebih besar pada keluarga dengan kondisi sosio-ekonomi yang lebih rendah," tutur Datar, dikutip dari Reuters, Selasa (19/5/2015).

Senada dengan itu, artikel dari Health liputan6 (15 Januari 2014) juga memaparkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak dari kelas ekonomi menengah ke bawah justru lebih rentan mengalami obesitas.

Penelitian yang dilakukan oleh Profesor Robert Putnam dan rekan-rekannya dari Harvard University menemukan bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah tak pernah sekali pun berpikir untuk membeli mobil. Sebab, mereka lebih cenderung membelanjakan uangnya untuk membelikan anak-anaknya makanan olahan yang tinggi lemak dan gula. Selain itu, tempat tinggal anak-anak dari kalangan menengah bawah tak memiliki taman, trotoar, dan fasilitas rekreasi, yang akhirnya membuat anak-anak itu tak dapat melakukan aktivitas fisik dan hanya bisa berdiam diri saja di rumah. Kegiatannya pun hanya sebatas belajar, makan, dan tidur.

Kalimat terakhir ini mengusik saya. Jangan-jangan saya pun berpotensi obesitas? Pasalnya, aktivitas saya pun hanya menulis/membaca, makan, dan tidur, sesekali menonton film demi mengusir kejenuhan.

Lantas, adakah kawan-kawan sesama disabilitas yang mengalami stunting atau obesitas? Mungkin saja ada, tapi hingga menyelesaikan tulisan ini, saya belum menemukan data tentang jumlah atau persentasenya. Hanya, saya ingat, saya punya beberapa teman yang sekilas tampak mengalami stunting.

Pada usia yang telah melampaui tiga puluh, tinggi badan mereka hanya sekitar 140-145  sentimeter. Kesehatan fisik mereka pun cukup sering terganggu, bahkan dengan penyakit yang sama secara berulang-ulang dalam rentang waktu jedah yang cukup singkat. Namun, ketika membaca definisi dan kriteria stunting di atas, saya tidak begitu yakin akan hal tersebut. Selain karena tidak ada rekam medis, intelektualitas mereka pun tidak dapat diragukan. Mereka tergolong cerdas, kreatif, dan produktif.

Oleh karena itu, jangan buru-buru minder ketika kamu berpostur lebih pendek atau lebih gemuk dari orang-orang di sekitarmu. Yang terpenting adalah pola hidup bersih dan sehat serta gizi yang seimbang.

Selamat Hari Gizi Nasional ke-62!